Catatan kecil bagian (6) : Pengkaderan



“pengkaderan adalah proses, cara, perbuatan mendidik, atau membentuk seseorang menjadi kader.” (KBBI)

 
Dalam banyak hal dalam hidup, saya selalu bertanya “kenapa harus” “kenapa begini” dan “kenapa begitu”. Buat saya, segala sesuatunya harus punya alasan yang jelas. Kecuali; cinta. #ea #canda kok. Saya terlalu sering mikir, sampai sampai saya suka mikir, nyamuk kalo tidur dimana ya.

Setelah saya masuk kuliah, saya merasa punya banyak kosakata baru. “Pengkaderan” dan “esensi” adalah salah duanya. Kalau dilihat dari artinya sih, seharusnya pemahaman pengkaderan itu adalah proses seumur hidup. Karena perbuatan mendidik dan dididik itu terjadi selama hidup kita, bukan?

bukan, inti dari tulisan ini bukan tentang bagaimana tata cara pengkaderan yang baik. Karena buat saya, hal semacam itu adalah yag relatif bagi tiap orang. Bukankah sebagus apapun sebuah sistem selalu ada orang yang akan mencela? Duh rek, kos kosan aja ga ada yang sempurna, apalagi sistem pengkaderan #jayus #jayusbanget.

saya bakalan nyoba bahas tentang esensi pengkaderan buat saya pribadi, garis bawahi lagi ya, menurut saya a.k.a opini. Dulu suka banget tuh ditanyain “esensi pengkaderan itu apa sih?”. Dulu, jaman pengangkatan saya dengan bangganya menjelaskan tentang apa aja yang saya dan teman teman dapat selama proses pengkaderan, dengan bangga saya ceritakan tentang bagian sistem pengkaderan yang buat saya wow.

Belakangan, saya baru sadar bahwa semua jawaban saya itu salah.

Belakangan, saya baru sadar esensi pengkaderan bukan terletak pada saat kita di kader, bukan pada saat euforia pengangkatan, dan bukan pula saat kita mendapatkan status warga desain.

Saya baru sadar bahwa esensi pengkaderan adalah proses setelah dikader. Jadi, barangkali, berhasil atau tidaknya suatu pengkaderan itu dilihat dari setahun dua atau bahkan tiga tahun berikutnya. Apakah masih sama seperti dulu, karena katanya waktu membuat segalanya tak lagi sama. 

Setaun berikutnya apa kita masih punya SOB yang sama? Setaun berikutnya, apakah kita masih punya semangat yang sama? Setaun berikutnya, apakah kita sudah benar-benar paham tentang kepeduliaan terdahap yang-katanya-teman? Setaun berikutnya, apa kita sudah menghilangkan kebiasaan adjudegment tanpa bertanya-langsung pada yang bersangkutan? Setaun berikutnya, apakah kita sudah berhenti ngerasani dan mulai membantu seseorang yang susah membaur? (kita? Aku deng. Itu aku lagi nanya sama diriku sendiri .____.)

Hehe jadi kalau ada pertanyaan pengkaderannya berhasil atau enggak; barangkali tiap orang punya jawaban masing-masing ya.

Dari sudut kamar di Gang 3C 67,


Tong kosong yang nyaring bunyinya

Komentar

  1. Yoih. Mamaenlah ke daphinelr.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Yoih. Mamaenlah ke daphinelr.blogspot.com

    BalasHapus
  3. mantap! sesekali blogwalking lah kemari kak
    ajiandriyas.wordpress.com

    BalasHapus

Posting Komentar